Nama : Dwi Julianti
Kelas : 2EB08
NPM :
22211244
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK KOSMETIK
IMPORT TANPA IZIN EDAR DARI BADAN POM DITINJAU DARI HUKUM
PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA
ANASTASIA MARISA R HUTABARAT
0706201481
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM KEKHUSUSAN IV
HUKUM TENTANG KEGIATAN EKONOMI
DEPOK
JULI 2011
BAB 4
ANALISIS HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
ATAS PRODUK KOSMETIK IMPOR TANPA IZIN EDAR DARI
BADAN
POM
4.1 Analisis peredaran kosmetik impor
Peredaran kosmetik impor ilegal di Indonesia semakin marak setelah
adanya internet. Para pelaku usaha dapat melakukan transaksi elektronik tanpa perlu
adanya izin usaha. Penjualan barang pun tidak perlu bertatap langsung dengan
pembeli, tetapi cukup memasarkan produknya secara online dan mengirimkan
pesanan konsumen. Kosmetik impor yang masuk ke Indonesia dikirim langsung dari
produsen negara asal produk tersebut dibuat. Pelaku usaha melakukan pemesanan
lewat distributor dari negara tersebut lalu dikirim ke Indonesia.
Pengiriman itu tidaklah melalui jalur legal. Peruntukan barang-barang
tersebut ditujukan bukanlah untuk dijual kembali, melainkan pemakaian secara pribadi.
Oleh karena itulah biasanya barang tersebut dapat melewati kepabeanan dan
dianggap tidak memerlukan izin edar dari Badan POM.
Karena adanya peraturan yang menyatakan jumlah yang dianggap
normal untuk pemakaian pribadi suatu kosmetik :
1. Perorangan / pemakaian sendiri
a. Produk OT dan Suplemen makanan
1) Produk yang digunakan
untuk penyakit akut atau untuk meningkatkan
daya tahan tubuh dibatasi
hanya untuk pemakaian 3 bulan
2) Produk yang digunakan
untuk penyakit degeneratif, kronis dibatasi
hanya untuk pemakaian 6
bulan.
b. Kosmetik
1) serbuk / serbuk
kompak
a)
ukuran < 20 gram , jumlah 5 – 10 buah
b)
ukuran 20 – 100 gram , jumlah 4– 7 buah
c)
ukuran 100 – 500 gram, jumlah 3 – 5 buah
d)
ukuran > 500 gram , jumlah 2 -3 buah
2) Cair / cairan kental
a)
ukuran < 20 ml /gram , jumlah 5 – 10 buah
b)
ukuran 20 – 100 ml / gram, jumlah 4 – 7 buah
c)
ukuran 100 – 500 ml/ gram , jumlah 3 -5 buah
d)
ukuran > 500 ml/ gram , jumlah 2 -3 buah
3) Krim, gel/ pasta
a) ukuran < 10 ml /gram
jumlah 5 – 10 buah
b) ukuran 10 – 50 ml / gram
jumlah 6– 8 buah
c) ukuran 50 – 100 ml/ gram
jumlah 4 – 6 buah
d) ukuran 100 – 200 ml/
gram jumlah 3 – 5 buah
e) ukuran > 200 ml/ gram
jumlah 2 – 3 buah
4) Lipstik = 3 buah
5) Sabun padat = 10 buah
Sehingga dapat disimpulkan apabila jumlah yang dijelaskan pada
pernyataan pengiriminan terlihat tidak sesuai dengan besarnya
kemasan
pembungkus ataupun isi dari paket pengiriman seharusnya pihak bea cukai
memeriksa dan melaporkan kepada Badan POM, ataupun menahan barang tersebut
sampai penerima mengurus segala keperluan agar barang tersebut mendapatkan izin
edar di wilayah Indonesia.
4.2 Pelanggaran Hukum yang Dilakukan Pelaku Usaha yang
Mengedarkan Kosmetik Tanpa Izin Edar Badan POM
Pelanggaran-pelanggaran apa saja yang dilakukan oleh produsen
kosmetik tersebut. Pelaku usaha telah melanggar beberapa peraturan
perundang-undangan.Oleh karena itu, berikut akan diuraikan berdasarkan
peraturan perundangan yang dilanggar :
1.3.1 Berdasarkan UU No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen.
Pelaku usaha telah melanggar beberapa ketentuan di dalam UUPK, antara
lain:
1. Pasal 4 huruf c
Huruf c:
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa.
2. Pasal 7 huruf a dan d
Huruf a:
Pelaku usaha wajib beritikad baik dalam melakukan kegiatan
usahanya.
Huruf d:
Pelaku usaha wajib menjamin mutu barang dan/jasa yang diproduksi
dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku.
3. Pasal 8 ayat (1) huruf a, g dan j
Huruf a:
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar
yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf g:
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka
waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
Huruf j:
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa dengan tidak mencantumkan informasi dan/atau
petunjuk
penggunaan barang dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
4.2.2 Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM
4.2.2.1 Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik
Indonesia No. HK. 00.05. 4. 1745 tentang Kosmetik
1. Pasal 2 huruf c.
Kosmetik yang diproduksi dan atau diedarkan harus memenuhi
persyaratan terdaftar pada dan mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
2. Pasal 10 ayat (1)
Kosmetik sebelum diedarkan harus didaftarkan untuk mendapatkan
izin edar dari Kepala Badan.
3. Pasal 22
Ayat (1) Penulisan
pernyataan atau keterangan dalam penandaan harus jelas dan mudah dibaca
menggunakan huruf latin dan angka arab.
Ayat (2) Penandaan
yang ditulis dengan bahasa asing, harus disertai
keterangan mengenai kegunaan, cara penggunaan dan keterangan lain
dalam Bahasa Indonesia.
4. Pasal 23
(1) Pada etiket wadah dan atau pembungkus harus dicantumkan
informasi/Keterangan mengenai :
a. nama produk
b. nama dan alamat produsen atau importir / penyalur
c. ukuran, isi atau berat bersih
d.
komposisi dengan nama bahan sesuai dengan kodeks kosmetik Indonesia atau nomenklatur
lainnya yang berlaku
e. nomor izin edar
f. nomor batch /kode produksi
g. kegunaan dan cara penggunaan kecuali untuk produk yang sudah
jelas
penggunaannya
h.
bulan dan tahun kadaluwarsa bagi produk yang stabilitasnya kurang dari 30 bulan
i. penandaan lain yang berkaitan dengan keamanan dan atau mutu.
5. Pasal 25 ayat (1)
Nama produsen atau importir/penyalur harus dicantumkan secara
lengkap Pada produk kosmetik yang diedarkan, tidak ada nama dan alamat dari importir
di Indonesia.
4.2.2.2 Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik
Indonesia No. HK. 00.05. 4. 2995 tentang Pengawasan Pemasukan
Kosmetik;
1. Pasal 2
Ayat (1) Yang berhak
memasukkan kosmetik impor ke dalam wilayah
Indonesia adalah importir, distributor, industri kosmetik dan atau
industry farmasi yang memiliki izin impor sesuai peraturan perundang-undangan,
yang diberi kuasa oleh produsen di negara asal.
Ayat (2) Kosmetik
yang dapat dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan adalah
kosmetik yang telah memiliki izin edar.
4.2.2.3 Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik
Indonesia No. HK.03.1.23.12.10.12459 tentang persyaratan teknis
kosmetika.
1. Pasal 5
Ayat (1) Penandaan
harus berisi keterangan mengenai kosmetika secara lengkap, obyektif, dan tidak
menyesatkan.
1.4
Pelaku
Usaha yang Dapat Dimintai Pertanggung jawaban
Contoh dari Kosmetik yang marak beredar di Indonesia tidak melalui
importir resmi contohnya adalah kosmetik merek Etude dan The Face Shop.
Kosmetik asal negara Korea ini beredar sudah beredar secara resmi sejak
beberapa tahun. Seiring dengan mulai dikenalnya produk maka mulai banyak
permintaan atas barangbarang tersebut. Banyaknya konsumen inilah yang menarik
pelaku usaha-pelaku usaha baru perseorangan yang menjual produk tersebut.
Pelaku usaha ini menjual
barang-barang tersebut dengan memesan langsung dari korea dan
dikirim langsung ke Indonesia kepada pelaku usaha tersebut. Lalu mereka akan mendistribusikan
kepada konsumen yang sebelumnya telah memesan kepada mereka.
Berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1) diatas, maka pelaku usaha
yang merupakan orang perorangan harus bertanggung jawab atas segala kerugian
yang ditimbulkan walaupun hanya sebagai importir bukan sebagai produsen barang tersebut.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha perorangan yang
menjual kosmetik impor tanpa memiliki izin dari Badan POM untuk mengedarkan di dalam
Indonesia dapat dimintai dan harus bertanggung jawab.
4.4 Tanggung Jawab Pelaku Usaha
4.4.1 Tanggung Jawab Perdata
Terhadap kerugian yang telah diderita oleh konsumen, pelaku usaha
bertanggung jawab untuk memberikan penggantian kerugian sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 19 ayat
(1) UUPK.
Dalam ayat (2) dinyatakan bahwa ganti kerugian yang
diberikan oleh pelaku usaha dapat berupa: berupa pengembalian uang
atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Pasal 19 ayat (3) UUPK, pemberian ganti rugi tersebut
harus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Apabila
pelaku usaha sampai dengan jangka waktu tersebut di atas, tidak memberikan
ganti kerugian yang diminta oleh konsumen, sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal
23 UUPK maka konsumen bersangkutan dapat mengajukan gugatan kepada BPSK ataupun
kepada Badan Peradilan Umum di tempat kedudukan konsumen.
Namun konsumen dan pelaku usaha dapat melakukan musyawarah untuk mencapai
kesepakatan tanpa harus melibatkan orang ketiga atau lembaga penyelesaian
sengketa baik di luar maupun di dalam pengadilan.
4.4.2 Tanggung Jawab Pidana
Pasal 19 ayat (4) UUPK mengatur bahwa tanggung jawab pelaku usaha
untuk pemberian ganti kerugian tersebut tidak menghilangkan tanggung jawab
pidana berdasarkan pembuktian terhadap unsur kesalahan. Pasal 45 ayat (3) UUPK
juga merumuskan bahwa penyelesaian sengketa di luar Pengadilan tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana, maka walaupun telah tercapai kesepakatan
antara kedua belah pihak yang bersengketa yang dikuatkan dengan surat
perjanjian perdamaian, tetapi tidak menghilangkan tanggung jawab pidana dari
pihak pelaku usaha.
Apabila dikaitkan dengan Pasal 62 UUPK mengenai ketentuan pidana, maka
pelaku usaha dapat dikenakan tuntutan sanksi pidana sebagai berikut:
1) Sanksi
pidana dalam Pasal 62 ayat (1)
Terkait dengan Pelanggaran Pasal 8 ayat (1) huruf a, g, dan j:,
maka
berdasarkan dalam Pasal 62 ayat (1) UUPK dapat dikenakan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.
2.000.000.000 (dua milyar rupiah).
Selain sanksi pidana di atas, pelaku usaha juga dapat dikenakan
hukuman tambahan sebagaimana diatur dalam Pasal 63 UUPK, berupa:
a. Perampasan barang tertentu.
b. Pengumuman keputusan hakim.
c. Pembayaran ganti rugi.
d.
Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian
konsumen,
e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau
f. Pencabutan izin usaha.
Tangggal :
03-05-2013
0 komentar:
Posting Komentar