Nama : Dwi Julianti
Kelas : 2EB08
NPM : 22211244
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK
KOSMETIK
IMPORT TANPA IZIN EDAR DARI BADAN POM
DITINJAU DARI HUKUM
PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA
ANASTASIA
MARISA R HUTABARAT
0706201481
FAKULTAS
HUKUM
PROGRAM
KEKHUSUSAN IV
HUKUM
TENTANG KEGIATAN EKONOMI
DEPOK
JULI 2011
2.4.2 Pelaku usaha
Istilah pelaku usaha merupakan pengertian yuridis dari istilah
produsen.Pengertian pelaku usaha juga telah dirumuskan secara khusus dalam UUPK
yaitu:
“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha,baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha berbagai usaha berbagai bidang ekonomi.”
Pengertian pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 1 butir 3 UUPK
ini,mempunyai cakupan yang luas karena meliputi penjual grosir,leveransir
sampai pada pengecer. Namun dalam pengertian pelaku usaha tersebut, tidaklah mencangkup
eksportir atau pelaku usaha di luar negeri, karena UUPK membatasi orang
perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum Negara Republik Indonesia.
Sementara Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) mengelompokan pelaku
usaha menjadi:
a. Investor yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai
berbagai
kepentingan.
b. Produsen yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang
dan atau jasa dari barang-barang dan atau jasa-jasa lain.
c. Distributor yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau
memperdagangkan barang dan atau jasa tersebut kepada masyarakat,
seperti pedagang kaki lima, warung, supermarket, usaha angkutan.
2.5.1 Hak dan Kewajiban Konsumen
Secara umum, terdapat empat hak dasar konsumen yang mengacu pada President
Kennedy’s 1962 Consumer’s Bill of Right. Ke empat hak tersebut yaitu:
1. Hak untuk memperoleh keamanan (the right to safety);
2. Hak untuk mendapat informasi (the right to be informed);
3. Hak untuk memilih (the right to choose);
4. Hak untuk didengar (the right to be heard).
Empat hak dasar yang dikemukan oleh John F. Kennedy tersebut
merupakan bagian dari Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia yang
dicanangkan oleh PBB.Selain dari empat hak dasar yang dikemukakan di atas,
dalam literature hukum terkadang hak-hak dasar tersebut digandeng dengan hak
untuk mendapatkan lingkungan hidup yang bersih sehingga kelima-limanya disebut dengan
“Panca Hak Konsumen”.
Hak dan kewajiban dari konsumen diatur dalam ketentuan Pasal 4 dan
Pasal 5 UUPK. Pasal 4 UUPK menetapkan bahwa konsumen memiliki hak-hak sebagai
berikut:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi
barang dan atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang
dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan
jaminan barang dan atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau
jasa yang digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif.
g. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau
penggantian
apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau sebagaimana mestinya.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Pasal 5 UUPK menetapkan empat kewajiban konsumen sebagai
berikut:
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau
jasa.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen
secara patut.
2.5.2 Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak-hak pelaku usaha dalam UUPK diatur dalam Pasal 6, yang
menyatakan bahwa hak pelaku usaha terdiri atas:
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang
diperdagangkan.
b. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen.
c. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang
diperdagangkan.
d. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik.
e. Hak-hak yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undang lainnya.
Pasal 7 UUPK menyatakan bahwa kewajiban dari pelaku usaha, antara
lain:
a. Beritikad baik dalam
melakukan kegiatan usahanya.
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,perbaikan,
dan pemeliharaan.
c.
Memperlakukan atau melayani
konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
d.
Menjamin mutu barang dan
atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar
mutu barang dan atau jasa yang
berlaku.
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan atau mencoba
barang dan atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi atas barang
yang dibuat dan atau yang diperdagangkan.
f. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian atas kerugian
akibat pengunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
g. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian apabila
barang dan atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
2.6 Tahap-Tahap Transaksi Konsumen
Yang dimaksud dengan transaksi konsumen adalah suatu proses
terjadinya peralihan pemilikan atau penikmatan barang atau jasa dari pelaku
usaha penyedia barang dan/atau jasa kepada konsumen. Tahap-tahap transaksi
konsumen yang lazim terjadi yaitu:
2.6.1 Tahap pra-transaksi konsumen
Pada tahap pra-transaksi konsumen, transaksi (pembelian,
penyewaan,peminjaman, pemberian hadiah komersial dan sebagainya) belum terjadi.Konsumen
masih mencari keterangan dimana barang atau jasa kebutuhannyadapat ia peroleh,
berapa harga dan apa pula syarat-syarat yang ia harus penuhi,serta
mempertimbangkan berbagai fasilitas atau kondisi dari transaksi ia inginkan.
Dalam hal ini pelaku usaha sebagai penyedia atau penjual, harus
menyediakan informasi yang jujur dan tidak menyesatkan berkaitan
dengan barang dan/atau jasa yang ditawarkan. Oleh karena, informasi tersebut
akan menjadi bahan pertimbangan bagi konsumen sebelum memutuskan untukmelakukan
pembelian.
Pentingnya penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen
mengenai suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran
mengenai suatu produk tertentu. Penyampaian informasi terhadap konsumen
tersebut dapat berupa representasi, peringatan maupun berupa instruksi.
2.6.2 Tahap transaksi konsumen
Pada tahap ini transaksi peralihan suatu barang ataupun
penyelenggaraan jasa dari pelaku usaha kepada konsumen telah terjadi. Konsumen
dalam hal ini,sudah terikat dengan berbagai persyaratan guna memperoleh barang
atau jasa bersangkutan misalnya mengenai persyaratan pembayaran, harga, dan
sebagainya.
Faktor lain yang juga berpengaruh pada konsumen dalam tahap ini
adalah beberapa praktek bisnis yang dijalankan pengusaha untuk mempertahankan
atau meningkatkan pemasaran produk usahanya atau penyerapan produknya oleh masyarakat.
Permasalahan yang sering timbul dalam tahap transaksi konsumen
adalah pada perikatan yang telah disepakati oleh pelaku usaha dan konsumen.
Sumber :
Konsumen Indonesia, Suatu Sumbangan Pemikiran tentang Rancangan
Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, (Jakarta:
Yayasan Lembaga Konsumen, 1981), hlm. 2.
Ibid., hlm. 6, mengutip dari
Universitas Indonesia dan Departemen Perdagangan,
Rancangan Akademik Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Jakarta, 1992, Pasal 1 huruf a.
Annisa Dita Muliasari, Analisa yuridis terhadap perlindungan
konsumen jasa layanan short
message service (sms) ditinjau UU_8 _1999, (Depok : FHUI, 2009), hlm. 18.
Yusuf Shofie (b), Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK;
Teori dan Penegakan
Hukum, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 2003), hlm. 13.
N.H.T. Siahaan, Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab
Produk, Cet. 1,
(Bogor : Grafika Mardi Yuana, 2005), hlm. 24.
Indonesia (a), op.cit., Pasal 1 angka 3.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit., hlm. 9.
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen
Ditinjau dari Hukum Acara
serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 67-68.
Az Nasution (b), Aspek
Hukum Perlindungan Konsumen Tinjauan Singkat UU Nomor 8
Tahun 1999, www.pemantauperadilan.com. Diakses pada 2 Oktober 2010.
Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta :
PT. Grasindo, 2000), hlm.
16.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yudo, op.cit., hlm. 39.
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis; Menata Bisnis Modern di
Era Global, (Bandung :
PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 228.
Ibid., hlm. 40.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit., hlm. 54.
Az. Nasution (c), Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1995), hlm. 39.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit., hlm. 55, mengutip
dari Ahmadi Miru, Prinsip-
Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, (Disertasi Program Pascasarjana
Universitas Airlangga, Surabaya, 2000), hlm. 141`.
Tangggal :
03-05-2013
0 komentar:
Posting Komentar