Kamis, 02 Mei 2013
posting ke 9 jurnal ke 2
Nama
: Dwi Julianti
Kelas
: 2EB08
NPM :
22211244
JURNAL PERLINDUNGAN KONSUMEN
ASPEK HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN PANGAN
DALAM MEMPEROLEH GANTI RUGI
ROY MAMPE APPETUA SIJABAT
NPM. 046 000 016
Bagian Hukum Keperdataan
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SIMALUNGUN
PEMATANGSIANTAR
2012
BAB IV
PERLINDUNGAN
KONSUMEN PANGAN
DALAM
MEMPEROLEH GANTI RUGI
A.
Perlindungan Konsumen Pangan Menurut Peraturan Perundang-Undangan
1. Ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kualiikasi gugatan ganti kerugian
yang didasarkan pada wanprestasi, menurut Pasal 1243 KUHPerdata mensyaratkan
adanya hubungan langsung (privaty of contract) antara konsumen dan pelaku
usaha. Misalnya, terdapat perjanjian antara produsen dan konsumen, bahwa
produsen akan memproduksi pangan yang aman, akan tetapi kemudian produsen tidak
memenuhi prestasinya. Namun, di dalam praktek perdagangan sehari-hari, jarang
sekali konsumen mengadakan hubungan langsung dengan produsennya. Dengan
demikian, jika tidak ada hubungan kontraktual antara konsumen dengan produsen,
maka tidak ada tanggung jawab langsung produsen kepada konsumen.
Selain dengan menggunakan
kualifikasi gugatan ganti kerugian yang didasarkan pada wanprestasi, juga dapat
digunakan kualifikasi perbuatan melawan hukum didasarkan pada Pasal 1365
KUHPerdata.Selanjutnya, di dalam Pasal 1367 KUHPerdata disebutkan bahwa seorang
tidak saja bertangung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya
sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan
orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang-barang yang
berada dibawah pengawasannya. Didasarkan bunyi
Pasal 1367 ayat (1) KUHPerdata
tersebut, maka seorang pelaku usaha bertanggung jawab atas kerugian yang
disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, yang dalam
hal ini adalah tenaga kerjanya dan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya,
yaitu berupa produk pangan yang ada di bawah pengawasan pelaku usaha.
2. Ditinjau dari UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan UU No.
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
a. Jaminan atas kesehatan dan keselamatan produk pangan
Jaminan terhadap kesehatan dan keselamatan produk pangan ini
dalam UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen,
b. Jaminan atas perolehan informasi tentang produk pangan.
Dengan pemberian label ini, maka
masyarakat yang membeli dan/atau mengkonsumsi pangan memperoleh informasi yang
benar dan jelas tentang setiap produk yang dikemas, baik menyangkut asal, keamanan,
mutu kandungan gizi maupun keterangan lain yang diperlukan sehingga konsumen
dapat memutuskan untuk membeli atau tidak membeli produk tersebut. Menurut
penjelasan Pasal 30 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, ketentuan ini tidak
berlaku bagi perdagangan pangan yang dibungkus dihadapan pembeli.
Dalam hubungannya dengan
ketentuan Pasal 33 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan ini, pemerintah
mengatur, mengawasi dan melakukan tindakan yang diperlukan agar iklan tentang
pangan yang diperdagangkan tidak memuat keterangan yang dapat menyesatkan.
Dalam kaitannya dengan perolehan informasi tentang pangan yang
benar dan jelas bagi konsumen melalui iklan, label maupun brosur yang dibuat
oleh pelaku usaha, maka dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, diberikan ketentuan dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan
Pasal 17.
c. Jaminan atas perolehan ganti kerugian secara efektif dan
efisien.
Berdasarkan ketentuan dalam
KUHPerdata, apabila konsumen yang dirugikan atau ahli warisnya akan menuntut
pelaku usaha berdasarkan perbuatan melawan hukum, salah satu hal yang harus
dibuktikan adalah adanya kesalahan pelaku usaha. Kata “karena salahnya” di dalam
Pasal 1365 KUHPerdata, menunjukkam bahwa pelaku usaha baru bertanggung jawab,apabila
ia terbukti bersalah dan kesalahan itu harus dibuktikan konsumen lebih dahulu.
Terdapat pasal yang mengaturnya diantaranya :
·
Pasal 28 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen menyebutkan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan
dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23
merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
·
Pasal 22 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen menyebutkan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan
dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan
Pasal 21merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup
kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.
·
Pasal 23 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi
tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) sampai ayat (4), dapat digugat melalui badan
penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat
kedudukan konsumen. Penyelesaian sengketa tuntutan ganti kerugian ini tidak
hanya dapat ditempuh dengan pengadilan. Pasal 45 UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat
menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha melalui peradilan yang berada di lingkungan
peradilan umum.
·
Pasal 49 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen menyebutkan bahwa pemerintah membentuk Badan Penyelesaian Konsumen di
Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.
·
Pasal 43 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1996 tentang
Pangan dan di dalam Pasal 46 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
disebutkan bahwa apabila kerugian yang ditimbulkan melibatkan jumlah kerugian
materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit, maka pemerintah berwenang
mengajukan gugatan ganti kerugian, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2)
UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Pasal 19 UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang menganut prinsip strict liability.
Apabila pemerintah dimungkinkan
menggugat pelaku usaha untuk mewakili konsumen secara umum, tanpa harus
membuktikan unsur kesalahan pelaku usaha, maka gugatan ini akan sangat membantu
konsumen. Cara seperti ini tentu sangat efektif oleh karena pemerintah cukup
mengajukan gugatan satu kali untuk kepentingan seluruh konsumen yang dirugikan
dan pemerintah tidak perlu membuktikan unsur kesalahan pelaku usaha.
B.
Tuntutan Ganti Kerugian Oleh Konsumen Menurut Peraturan Perundang-Undangan
Di dalam Pasal 41 dan 42 Bab VI
UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan telah diatur tentang tanggung jawab industri
pangan. Produsen dinyatakan langsung bertanggung jawab tanpa disebut karena
salahnya, yang berarti menganut prinsip praduga bersalah. Dengan demikian,
pihak yang menuntut ganti kerugian tidak perlu lagi membuktikan kesalahan dari pihak
yang dinyatakan bertanggung jawab oleh Pasal41 ayat (1) dan Pasal 41 ayat (2)
UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
Berdasarkan Pasal 41 ayat (4) UU
No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, konsumen yang dirugikan tidak perlu
membuktikan kesalahan produsen, tetapi justru produsen diberi kesempatan untuk
dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Ketentuan Pasal 41 ayat (4) ini
mendukung dan menguatkan bahwa UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan ini menganut
prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability).
Selanjutnya tanggung jawab pelaku
usaha yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
terdapat dalam Pasal 7 tentang kewajiban pelaku usaha, yang menyebutkan bahwa :
(1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
(2) Memberikan informasi yan benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan
dan pemeliharaan;
(3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif.
(4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi
dan/atau jasa diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang
berlaku;
(5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan
mencoba barang dan/atau
jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau
yang diperdagangkan;
(6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau pergantian atas
kerugian akibat penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
(7) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau pergantian apabila
barang dan/atau jasa yang
Apabila pelaku usaha sudah
dianggap bersalah karena perbuatannya yang membahayakan atau merugikan
konsumen, maka konsumen atau ahli warisnya yang menjadi korban tidak perlu lagi
membuktikan unsur kesalahan pelaku usaha. Oleh karena, menurut Pasal 28 UU No.
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, beban pembuktian dialihkan pada
pelaku usaha untuk membuktikan dirinya tidak melakukan kesalahan yang
menimbulkan kerugian pada konsumen.
DAFTAR PUSTAKA :
Djodjodirjo, M.A. Moegni, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979.
Nasution, Az, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995.
Perlindungan Konsumen dan Peradilan di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman R.L, Jakarta, 1994.
Poerwadarminta, W.J.S. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka.
Perlindungan Konsumen dan Peradilan di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman R.I., Jakarta, 1994.
Setiawan, R, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1995.
Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Alumni, Bandung, 1982.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, P.T. Grasindo, Jakarta, 2000.
Shofie, Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.
Subekti, R, Hukum Perjanjian, P.T. Intermassa, 1992.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1998.
Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
Susilo, Zumroan R, Penyambung Lidah Konsumen, Puspa Swara, 1996.
Waluya, Bernadette M. Hukum Perlindungan Konsumen, Universitas Parahyangan, Bandung, 1997.
Djodjodirjo, M.A. Moegni, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979.
Nasution, Az, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995.
Perlindungan Konsumen dan Peradilan di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman R.L, Jakarta, 1994.
Poerwadarminta, W.J.S. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka.
Perlindungan Konsumen dan Peradilan di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman R.I., Jakarta, 1994.
Setiawan, R, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1995.
Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Alumni, Bandung, 1982.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, P.T. Grasindo, Jakarta, 2000.
Shofie, Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.
Subekti, R, Hukum Perjanjian, P.T. Intermassa, 1992.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1998.
Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
Susilo, Zumroan R, Penyambung Lidah Konsumen, Puspa Swara, 1996.
Waluya, Bernadette M. Hukum Perlindungan Konsumen, Universitas Parahyangan, Bandung, 1997.
Bernadette M Waluyo, Hukum Perlindungan Konsumen, Uviversitas
Parahyangan, Bandung, 1997, hal. 9
Zumroan R. Susilo, Penyambung Lidah Konsumen, Puspa Swara Jakarta,
1996, hal. 7
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, P.T.
Grasindo, Jakarta, 2000, hal. 36-17
Bernadette. M. Waluyo,
Op Cit., hal. 15
posting ke 8 jurnal ke 2
Nama : Dwi Julianti
Kelas : 2EB08
NPM : 22211244
JURNAL PERLINDUNGAN KONSUMEN
ASPEK HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN PANGAN
DALAM MEMPEROLEH GANTI RUGI
ROY MAMPE APPETUA SIJABAT
NPM. 046 000 016
Bagian Hukum Keperdataan
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SIMALUNGUN
PEMATANGSIANTAR
2012
BAB
III
KONDISI
YANG MERUGIKAN KONSUMEN PANGAN
A.
Gambaran Secara Umum
Penelitian lapangan tentang
permasalahan konsumen dalam pelaksanaan hak-haknya yang dilakukan oleh Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, bekerjasama dengan Departeman Perdagangan Republik
Indonesia pada tahun 1992 yang menyimpulkan bahwa : "Tidak seorangpun
diantara responden yang dirugikan, baik responden di pedesaan maupun responden
di perkotaan, pernah menyampaikan masalah kerugian yang dialami konsumen kepada
pengadilan maupun kepada lembaga perlindungan konsumen. Bagi konsumen di
pedesaan, sikap ini dipengaruhi oleh sikap masyarakat pedesaan yang lebih suka
menghindari konflik, yang menurut mereka akan mendatangkan kesulitan yang
besar".
B.
Kondisi Kesehatan Dan Keselamatan Produk Pangan
Mengenai kondisi keamanan pangan
ini, juga diungkapkan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Menurut
YLKI, selama ini pengaduan dari konsumen tentang makanan dan minuman yang tidak
layak dikonsumsi, cukup banyak. Pengaduan dari konsumen ke YLKI tentang makanan
dan minuman yang telah berjamur, bau obat, bau tengik, sudah kadaluarsa sampai
adanya lalat dan cicak mati dalam kemasan.
C.
Kondisi Kelemahan Secara Ekonomis
Bagi konsumen yang berpenghasilan
menengah kebawah, pendapatan perkapita hanya dapat untuk memenuhi kebutuhan
pangan yang sangat sederhana, bahkan cenderung mengabaikan factor keamanan dan
gizi pangan sehingga kenyataannya, keputusan konsumen terhadap permintaan suatu
barang ditentukan oleh ekonomi atau tingkat pendapatannya. Dengan perkataan
lain, terdapat hubungan antara tingkat pendapatan seseorang dengan permintaan
atas kualitas suatu produk. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin tinggi
pula permintaanya atas suatu produk yang berkualitas, demikian pula sebaliknya.
Karena itu dalam upaya untuk
meningkatkan perlindungan terhadap konsumen, pemerintah haas berusaha untuk
melindungi konsumen, baik yang menyangkut mutu produksi maupun segi-segi hukumnya.
D.
Kondisi Kesulitan Dalam Mengakses Informasi Produk Pangan
Dalam UU No. 7 Tahun 1996,
disebutkan secara jelas mengenai iklan pangan. Pasal 33 ayat (1) dari
undang-undang ini menyatakan bahwa setiap label dan atau iklan tentang pangan
yang diperdagangkan harus memuat keterangan mengenai pangan dengan benar dan
tidak menyesatkan. Untuk itu pemeintah mengatur, mengawasi dan melakukan
tindakan yang diperlukan agar iklan tentang pangan yang diperdagangkan tidak
memuat keterangan yang dapat menyesatkan.
Oleh karena itu, Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) mengingatkan bahwa dalam membeli produk pangan harus
teliti dan hati-hati. Membaca label kemasan merupakan langkah awal dalam
membeli produk pangan. Label merupakan sumber informasi pertama bagi konsumen. Konsumen harus memperhatikan
kondisi isik, bentuk kemasan makanan dan minuman yang akan dibeli. Bila
bentuknya rusak dan penyok, sebaiknya tidak dibeli. Misalnya, kaleng yang
penyok biasanya memiliki lipatan yang bisa menimbulkan lubang kecil, yang dapat
menyebabkan makanan mudah terkontaminasi.
Khusus untuk jamu digunakan kode
TR, dengan kata "jamu" dalam lingkaran. Produk yang digolongkan dalam
TR ini belum dilakuan uji klinis untuk memastikan keamanannya dan
keefektifannya, seperti yang dipersyaratkan pada obat-obatan. Pengiklanannya
pun memiliki peraturan yang berbeda dengan obat, diantaranya tidak boleh
menjanjikan penyembuhan. Namun, karena kurangnya pemahaman konsumen, maka hal
ini dimanfaatkan oleh pelaku usaha.
E. Kondisi Kurangnya Upaya Yuridis Yang
Efektef Dan Efisien Untuk Memperoleh Ganti Kerugian
Sebelum lahirnya UU No. 7 Tahun
1996 tentang Pangan dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka
apabila konsumen pangan menjadi korban atas suatu produk yang rusak sehingga tidak
aman untuk dikonsumsi, maka dasar tuntutan memperoleh ganti kerugian adalah
KUHPerdata. Gugatan yang diajukan dapat didasarkan pada wanprestasi atau
perbuatan melawan hukum.
Cara lain yang dapat dilakukan
oleh konsumen atau ahli warisnya (apabila korban sampai meninggal dunia) untuk
menggugat pelaku usaha, selain didasarkan pada wanprestasi, juga dapat
didasarkan pada perbuatan melawan hukum. Untuk menggugat pelaku usaha
berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata tidak disyaratkan adanya hubungan langsung antara
pelaku usaha dan konsumen. Namun konsumen harus memenuhi empat hal yaitu :
a.
Perbuatan melawan hukum, menjual produk yang tidak aman untuk dikonsumsi adalah
perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan hukum, baik hukum tertulis
maupun hukum tidak tertulis.
b. Pelaku
usaha dan masyarakat pada umumnya mengetahui bahwa dengan mengeluarkan produk
yang tidak aman adalah salah, karena tindakannya tersebut menyalahi hukum yang
berlaku.
c.
Sebagai akibat dari mengkonsumsi produk yang tidak aman tersebut, konsumen
telah menderita kerugian baik terhadap badan, jiwa maupun harta benda.
d. Adanya
ganti kerugian yang dibebankan pada pelaku usaha yang ditunjukan dengan adanya
hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan pelaku usaha
dengan kerugian yang dialami oleh konsumen.
F.
Kondisi Kesadaran Hukum Dan Peradilan Di Indonesia
Beberapa hasil penelitian yang
dilakukan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dalam rangka menyusun
naskah akademik Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang memberikan beberapa
hasil, antara lain :
a.
"Konsumen tidak seorangpun diantara responden yang dirugikan, baik
responden di pedesaan maupun responden di perkotaan, pernah mengadukan masalah
tersebut kepada pengadilan maupun lembaga perlindungan.
b. Pada
responden di pedesaan, sikap tidak melakukan tindakan hukum pada saat mengalami
kerugian akibat kualitas atau kuantitas barang yang tidak benar ini, kecuali
karena lokasinya jauh dari jangkauan kedua lembaga tersebut, juga dipengaruhi
oleh sikap masyarakat pedesaan yang lebih suka menghindari konflik, yang
menurut mereka akan mendatangkan kesulitan yang lebih besar.
c. Taraf
kesadaran hukum para konsumen Indonesia akan hak mereka masih sangat rendah.
DAFTAR PUSTAKA :
Djodjodirjo, M.A. Moegni, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979.
Nasution, Az, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995.
Perlindungan Konsumen dan Peradilan di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman R.L, Jakarta, 1994.
Poerwadarminta, W.J.S. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka.
Perlindungan Konsumen dan Peradilan di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman R.I., Jakarta, 1994.
Setiawan, R, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1995.
Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Alumni, Bandung, 1982.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, P.T. Grasindo, Jakarta, 2000.
Shofie, Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.
Subekti, R, Hukum Perjanjian, P.T. Intermassa, 1992.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1998.
Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
Susilo, Zumroan R, Penyambung Lidah Konsumen, Puspa Swara, 1996.
Waluya, Bernadette M. Hukum Perlindungan Konsumen, Universitas Parahyangan, Bandung, 1997.
Djodjodirjo, M.A. Moegni, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979.
Nasution, Az, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995.
Perlindungan Konsumen dan Peradilan di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman R.L, Jakarta, 1994.
Poerwadarminta, W.J.S. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka.
Perlindungan Konsumen dan Peradilan di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman R.I., Jakarta, 1994.
Setiawan, R, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1995.
Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Alumni, Bandung, 1982.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, P.T. Grasindo, Jakarta, 2000.
Shofie, Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.
Subekti, R, Hukum Perjanjian, P.T. Intermassa, 1992.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1998.
Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
Susilo, Zumroan R, Penyambung Lidah Konsumen, Puspa Swara, 1996.
Waluya, Bernadette M. Hukum Perlindungan Konsumen, Universitas Parahyangan, Bandung, 1997.
Bernadette M Waluyo, Hukum Perlindungan Konsumen, Uviversitas
Parahyangan, Bandung, 1997, hal. 9
Zumroan R. Susilo, Penyambung Lidah Konsumen, Puspa Swara Jakarta,
1996, hal. 7
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, P.T.
Grasindo, Jakarta, 2000, hal. 36-17
Bernadette. M. Waluyo,
Op Cit., hal. 15
Az. Nasution, Perlindungan Konsumen dan Peradilan di
Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman R.I., Jakarta,
1994, hal. 70
Az. Nasution,
Perlindungan Konsumen dan Peradilan di Indonesia, Op-Cit, hal. 75.
Langganan:
Postingan (Atom)