Nama : Dwi Julianti
NPM : 22211244
Kelas : 4EB08
sejarah ketoprak di
jawa
Ketoprak di Jawa
Tengah
Ketoprak merupakan teater
rakyat yang paling populer di Jawa tengah, namun terdapat juga di Jawa Timur.
Masyarakat Jawa Tengah/Timur umumnya sangat mengenal Ketoprak. Seolah-olah
Ketoprak menjadi satu dalam kehidupan masyarakat di Jawa tengah dan mengalahkan
kesenian lainnya seperti Srandul, Emprak dan kesenian rakyat lainnya.Ketoprak
pada mulanya hanya merupakan permainan orang-orang desa yang sedang menghibur
diri dengan menabuh lesung secara berirama diwaktu bulan purnama, dengan
sebutan gejog. Kemudian ditambah dengan tembang (nyanyian) yang dilakukan
bersama dengan orang kampung/desa yang sedang menghibur diri dan akhirnya
ditambah dengan gendang, terbang dan suling, maka lahirlah Ketoprak Lesung,
yang diperkirakan sekitar tahun 1887. Baru pada sekitar tahun 1909 untuk
pertama kalinya dipentaskan Ketoprak yang berbentuk pertunjukan lengkap. Ketoprak
pertama yang secara resmi dipertunjukan di depan umum, ialah Ketoprak
Wreksotomo, yang dibentuk oleh Ki Wisangkoro, dengan pemain semuanya pria.
Cerita yang dipentaskan masih sangat sederhana yaitu dengan cerita Warso -
Warsi, Kendono Gendini, Darmo - Darmi, dan lain sebagainya.Setelah itu
perkembangan Ketoprak sangat maju dan digemari oleh masyarakat, terutama
berkembang di daerah Yogyakarta. Perkembangan Ketoprak yang dimulai dari
pertunjukan permainan lesung. Kemudian menjadi pertunjukan Ketoprak lengkap
dengan cerita dan gamelan yang mengiringi, serta pengaruh - pengaruh teater bangsawan
yang menyelinap ke tubuh pertunjukan Ketoprak, dapat disusun sebagai berikut :
a. Kotekan
Lesung : sebagai asal mula dan benih untuk berkembang menjadi pertunjukan
Ketoprak.
b. Ketoprak
Lesung Mula : yaitu dikembangkan dari kotekan Lesung ditambah dengan
tari-tarian dan dilengkapi dengan cerita yang sederhana. Kehidupan petani
sehari-hari.
c. Ketoprak
Lesung : sudah merupakan petunjukan lengkap dengan cerita-cerita rakyat dengan
iringan gamelan sederhana gendang, suling, terbang dan lesung. Dari bentuk
inilah sebenarnya pertunjukan Ketoprak lahir.
d. Ketoprak
Gamelan : perkembangan dari Ketoprak Lesung, dilengkapi dengan cerita Panji
ditambah dengan pakaian 'mesiran' (seribu satu malam).
e. Ketoprak
Gamelan yang sampai sekarang : cerita-cerita yang dihidangkan kebanyakan adalah
cerita Babad, yang paling populer sampai sekarang ini. Pertunjukannya meskipun
di alam terbuka, namun sudah mulai mendekat ke Gedung/panggung, yaitu yang
disebut Ketoprak Pendopo (dipertunjukan di depan 'Pendopo').
f. Ketoprak
Panggung : merupakan perkembangan terakhir, yaitu pertunjukan Ketoprak yang
dilakukan di panggung dengan cerita campuran, baik cerita rakyat, sejarah,
babad maupun cerita-cerita adaptasi dari cerita luar (Sampek Eng Tay, Pencuri
dari Bagdad dan lain sebagainya).
Yang
banyak dibicarakan adalah Ketoprak panggung yang sampai sekarang masih dapat
disaksikan dibeberapa daerah Jawa tengah dan Jawa timur. Ketoprak yang pada
mulanya kesenian rakyat yang dipertunjukan di alam terbuka dengan tidak
menggunakan perlengkapan dan panggung, tetapi pada perkembangannya justru
dipentaskan dipanggunng dalam gedung, yang dengan sendirinya mengarah ke
pertunjukan yang profesional, dimana para pemainnya hidup dari bermain Ketoprak
dan para penontonnya membayar karcis. Hingga pertunjukan Ketoprak diusahakan
agar lebih menarik para penonton baik dari segi teknis, maupun cerita-cerita
yang dihidangkan agar tidak membosankan para penonton. Perkembangan terakhir
dapat dilihat pada Ketoprak "Siswo Budoyo" Tulung Agung, Jawa timur
yang berkembang pesat, penuh pembaruan teknis, dengan daya tarik yang memikat
dan digemari masyarakat.
Cerita-cerita
yang dihidangkan dalam Ketoprak Panggung ini sangat bervariasi, dari cerita
rakyat, dongeng, babad, legenda, sejarah dan bahkan cerita-cerita dari luar
yang diadaptasikan dalam suasana Indonesia, misalnya karya Shakespeare :
Pangeran Hamlet atau Sampek Eng Tay. Dimulai dari cerita sederhana, seperti :
Darmo - Darmi, Warso Warsi, Kendono, Gendini, Abdul Semararupi (cerita Menak),
Panji Asmorobangun, Klana Sewandono (cerita Panji), Ande - ande Lumut, Angling
Darmo, Roro Mendut, Damarwulan, Ronggolawe, Joko Bodo, dan lain sebagainya.
Cerita
yang paling digemari adalah cerita yang bersifat kepahlawanan, perjuangan ke
arah yang benar, dan menentang penindasan sewenang - wenang dan di akhiri bagi
yang benar, jujur dan baik.
Pakaian
(kostum) para pemain disesuaikan dengan cerita yang dibawakan, sesuai dengan
kostum yang dipakai saat itu. Umumnya cerita ketoprak adalah pakaian resmi yang
digunakan masyarakat waktu itu. Misalnya Pangeran Wiroguna, kostum yang dipakai
adalah kostum resmi seorang pangeran daerah Jawa, begitu juga kostum yang
digunakan prajurit . Namun ada juga kostum yang dibuat khusus yang bermakna
simbolis dalam cerita, misalnya lewat warna simbolis pakaian yang digunakan.
Misalnya tokoh bijaksana warna pakaian hitam, tokoh suci warna pakaiannya
putih, sedangkan tokoh pemberani warna pakaiannya merah dan sebagainya. Kostum
cerita-cerita sejarah Jawa, misalnya memakai pakaian kejawen. Untuk cerita
seribu satu malam, pakaian yang digunakan banyak yang berkilauan, seperti
sutra. Kostum semacam ini biasanya digunakan untuk yang disebut gaya 'mesiran'
dan ini sangat populer dan menarik perhaian para penontonnya. Kostum yang
dipakai oleh Wayang orang pun mempengaruhi kostum Ketoprak, terutama Ketoprak
pesisran sebelah utara Jawa. Hal ini dapat di lihat pada cerita Angling Darmo,
Menak Jinggo/Damarwulan.
Disamping
itu belakangan muncul apa yang dinamakan pakaian basahan, yaitu semacam pakaian
kejawen tetapi dicampur dengan lainnya, yaitu terdiri dari kain batik, baju
beskap dan serban (sering juga dengan jubah). Pakaian basahan ini dipakai dalam
cerita Menak atau cerita para wali. Jika tidak dengan jubah pakaian tersebut
mirip dengan pakaian abdi golongan ulama di dalam istana raja.
Alat
ekspresi yang digunakan dalam pertunjukan Ketoprak yang merupakan ciri-ciri
Ketoprak adalah adanya unsur/elemen : cerita yang dimainkan, tabuhan (gamelan)
yang mengiringi, tembang (nyayian) yang digunakan, tarian (gerak-gerak indah
yang dipergunakan), busana/pakaian (Kostum).
Seperti
umumnya teater tradisi di Indonesia selalu menggunkan media ungkap laku dan
dialog, gerak dengan tarinya, suara dan bunyi (musik) yang mengiringi, suara
disini dengan tembang (nyanyian/menyanyi) semuanya diungkapkan secara terpadu
dan digunakan semuanya. Pertunjukan Ketoprak yang masih mengikuti pakem dan
pola lama dalam menyajikan cerita, Ketoprak tersebut selalu menggunakan tembang
(nyanyi) dan tari disamping selalu menggunakan iringan musik (gamelan).
Tembang
merupakan salah satu ciri Ketoprak lama dan sering juga dalam berdialog
menggunakan tembang. Oleh karena itu tembang mempunyai fungsi sebagia pengiring
adegan, untuk berdialog, untuk monolog (berbicara sendiri) dan/atau sebagai
penjeritaan (narasi).
Sedangkan
musik (gamelan) disamping mengiringi tembang, juga dapat berdiri sendiri,
berfungsi sebagai : pengiring adegan, ilustrasi penggambaran suasana cerita,
memberi tekanan dramatik, penyekat adegan yang satu dengan yang lain, digunakan
untuk menimbulkan efek suara yang dikehendaki.
Peralatan
musik tradisi digunakan yang paling sederhana ialah : Kendang, saron, ketuk,
kenong, kempul dan gong bumbung atau gong kemada. Sedangkan apabila lengkap
digunakan gamelan biasa dengan tambahannya suling atau terbang. Hal ini
mengingatkan kita bahwa pada saat Ketoprak masih dalam mula perkembangannya,
yaitu saat Ketoprak Lesung, perlengkapan musik tradisi yang digunakan adalah :
lesung, kendang, suling dan terbang, ditambah keprak.
Ketoprak
menggunakan tembang sebagai salah satu cara untuk menyampaikan ekspresinya.
Oleh karena itu pemain ketoprak diharapkan tidak hanya pandai berakting saja
tetapi juga harus pandai bernyanyi dan menari. untuk pemain gamelan, perlu
adanya sinden (waranggono) apabila diperlukan untuk menimbulkan suasana.
Penyanyi yang khusus untuk mengiringi gamelan dalam pertunjukan Ketoprak.
Dalam permainan
ketoprak masalah bahasa atau cara menyampaikan bahasa tersebut, sangat
memperoleh perhatian. Meskipun yang digunakan bahasa Jawa namun harus
diperhitungkan masalah "unggah-ungguh" bahasa. Dalam bahasa Jawa ada
tingkat-tingkat bahasa yang digunakan yaitu bahasa Jawa biasa (sehari-hari),
kemudian ada bahasa kromo (untuk yang lebih tinggi) dan ada bahasa kromo inggil
(untuk tingkatan yang lebih tinggi).Bahasapun harus diperhatikan, yaitu apa
yang disebut bahasa ketoprak, bahasa halus yang spesifik. Dalam berdialog perlu
sangat diperhatikan. Apabila pertunjukan akan menggunakan bahasa Indonesia, harus
dipikirkan bahasa yang cocok dengan bahasa ketoprak, meskipun dengan bahasa
Indonesia.
Sumber : /bb.1asphost.com
Sumber : /bb.1asphost.com
0 komentar:
Posting Komentar