Nama : Dwi Julianti
NPM : 22211244
Kelas : 4EB08
PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
Lingkungan
Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Bisnis melibatkan hubungan
ekonomi dengan banyak kelompok orang atau organisasi yang dikenal sebagai
stakeholders (pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing,
pemerintah dan komunitas). Oleh karena itu, para pebisnis harus
mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya
saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham
adalah pihak yang sangat sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.
Lingkungan bisnis yang
mempengaruhi etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan
makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis yaitu bribery,
coercion, deception, theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu dalam
perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan supplier
atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan.
Saling
Ketergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Sebagai bagian dari masyarakat,
tentu saja bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata
hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan itu membawa serta
etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika antara sesama pelaku
bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun
tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan
dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis
terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak
hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi
dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan
nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis.
Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal
dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi.
Jalinan hubungan usaha dengan
pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha
melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti
hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Kepedulian
Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Korupsi, kolusi, dan nepotisme
yang semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan sekarang
meluas sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa yakni Gus
Dur,korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya
dikorupsi adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit
birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah
terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai
tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok
untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman,
implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis
dan para elit politik.
Dalam kaitan dengan etika bisnis,
terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi
syariah selama ini masih cenderung pada sisi "emosional" saja dan
terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar
dari ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi
syariah. Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski tidak
"mengenal" sistem syariah, namun potensinya cukup tinggi. Mengenai
implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha
memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut.
Namun, karena pemahaman dari
masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda selama ini, maka
implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika dan moral pada diri seseorang
atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas sistem kemasyarakatan
yang melingkupinya.
Walaupun seseorang atau
sekelompok orang dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan moral mereka,
tetapi sebagai sebuah variabel yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas
sistem kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang atau sekelompok orang
sewaktu-waktu dapat berubah. Baswir (2004) berpendapat bahwa pembicaraan
mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi
Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah
tertib hukum pun masih belum
banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat lumrah di negeri ini untuk
menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan menyiasati hukum. Akibatnya,
para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas wilayah
etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral adalah sebuah
wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah wilayah
benar dan salah yang harus dipertanggungjawabkandi depan pengadilan. Akan
tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan moral di
Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum
seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia tidak bisa membedakan antara
perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah etik dan moral,
dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan
melanggar hukum. Sebagai misal,
sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih didekati dari
sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar hukumnya, maka
masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya dengan masalah
penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Contoh
Kasus Sebagai Pelaku Bisnis :
Pada tahun 1990 an, kasus yang
masih mudah diingat yaitu Enron. Bahwa Enron adalah perusahaan yang sangat
bagus dan pada saat itu perusahaan dapat menikmati booming industri energi dan
saat itulah Enron sukses memasok enegrgi ke pangsa pasar yang bergitu besar dan
memiliki jaringan yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil menyinergikan
jalur transmisi energinya untuk jalur teknologi informasi. Dan data yang ada
dari skilus bisnisnya, Enron memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan.
Seiring dengan booming indutri energi, akhirnya memosisikan dirinya sebagai
energy merchants dan bahkan Enron disebut sebagai ”spark spead” Cerita pada
awalnya adalah anggota pasar yang baik, mengikuti peraturan yang ada dipasar
dengan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya Enron meninggalkan prestasi dan
reputasinya baik tersebut, karena melakukan penipuan dan penyesatan.. Sebagai
perusahaan Amerika terbesar ke delapan, Enron kemudian kolaps pada tahun 2001.
Perkembangan
Dalam Etika Bisnis
Perkembangan dalam etika bisnis
dibagi menjadi 5 periode yaitu:
Situasi Dahulu : Pada
awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain
menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara
dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
Masa Peralihan tahun 1960-an :
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS),
revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment
(kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya
manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan
nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate
social responsibility.
Etika
Bisnis Lahir di AS tahun 1970-an : sejumlah filsuf mulai terlibat dalam
memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap
sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia
bisnis di AS.
Etika
Bisnis Meluas ke Eropa tahun 1980-an : di Eropa Barat, etika bisnis sebagai
ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan
antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European
Business Ethics Network (EBEN),
Etika Bisnis menjadi Fenomena Global tahun
1990-an : tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah
dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for
Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Etika
Bisnis dalam Akuntansi
Dalam menjalankan profesinya,
seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode
etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan
tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk
berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat.
Selain dengan kode etik akuntan
juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau
masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya
karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam
kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk
mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah
ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban,
yaitu kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas.
Kesimpulan
Tanpa etika di dalam bisnis, maka
kegiatan usaha tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa
akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah
memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan
tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang
menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan
etika.
Sumber:
http://jurnalmasbro.wordpress.com/2013/10/05/perilaku-etika-dalam-bisnis-jurnal-mas-bro/
http://vegaaugesriana02.blogspot.com/2012/10/bab-2-perilaku-etika-dalam-bisnis.html
0 komentar:
Posting Komentar